Dalam usaha untuk memelesetkan nubuat Yesus tentang diriNya agar bisa diragu-ragukan tentang ketepatan nubuatanNya (atau agar nubuat tersebut bisa dicocok-cocokkan kepada nabi lain yang datang kemudian), maka ditampilkanlah oleh pengkritik tentang ayat yang diucapkan Yesus tentang tanda (mujizat) nabi Yunus seperti tertulis dalam Matius 12:39, 40.
“Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahimbumi tiga hari tiga malam”.
Kalimat ini jelas-jelas diucapkan Yesus untuk menubuatkan diriNya sendiri yang akan menghadapi kematian tetapi lalu bangkit hidup kembali setelah 3 hari.
Namun ternyata Yesus hanya dikuburkan sejak Jumat petang hingga Minggu pagi-pagi yang berarti cuma 2 malam dan 2 hari kurang, sehingga kembali hal ini dipersoalkan para pengkritik sebagai suatu kontradiksi berat. Prof. Bakry malahan sempat merujukkan “tanda nabi Yunus” ini bukan ditujukan kepada Yesus, melainkan kepada Muhammad di gua Tsur (IQMB, halaman 163). Ini adalah contoh bagus tentang suatu serangan berdasarkan tafsiran pribadi yang paling tidak bisa dibela!
Dr. Bucaille sendiri menyerang “kontradiksi” di atas dengan menuntut agar ahli-ahli Kristen harus mengakui kesalahan ini sebagai ulah manusia yang mengarang-ngarang Injil:
“Barangkali hanya dalam Injul Matius kita dapatkan kekeliruan-kekeliruan yang sangat mencolok dan tidak dapat dipertahankan lagi, yaitu … Matius 12:38-40 dongengan tentang alamat (tanda) Yunus … Biasanya para ahli tafsir Injil menutup mulut terhadap hikayat ini”. (BQS halaman 78, 79).
Dr. Bucaille mengutip R.P Roquet yang mengatakan bahwa tenggang waktu meninggalnya Yesus sesungguhnya hanyalah 1 hari penuh dan 2 malam, tetapi kalimat-kalimat tersebut diringkas oleh orang-orang Kristen sehingga mempunyai satu arti saja, yaitu 3 hari. Dr. Bucaille bersinis bahwa hal ini menyedihkan karena masalah ini dibawa berputar-putar dalam argumentasi-argumentasi kosong oleh para ahli Kristen, padahal apa yang harus dilakukan oleh para ahli tersebut adalah mengakui bahwa ketidakserasian tersebut disebabkan oleh kekeliruan yang membuat naskah…
Alangkah garangnya tuntutan Dr. Bucaille yang satu ini!
Sanggahan Balik
Dr. Bucaille mempertentangkan Injil dengan sains matematika tentang soal waktu bukan? Kalau Dr. Bucaille betul-betul jujur, ia seharusnya sama menyesali dan mengakui terus terang ketidakserasian perhitungan waktu yang dijumpainya pada QS Fushhilat 41:9-12 yang berbunyi:
Katakanlah, “Sesungguhnya apakah kamu (patut) mengingkari yang menciptakan bumi dalam dua masa, dan kamu menjadikan sekutu-sekutu bagiNya?” Itulah Tuhan semesta alam. Dan Dia menjadikan padanya gunung-gunung yang kukuh di atasnya, Dia berkati dan Dia tentukan padanya makanan (sumber-sumber kehidupan) dalam empat masa, (jawaban) yang sama bagi orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju (pada penciptaan) langit dan langit itu berupa asap, lalu Dia berkata kepada langit dan bumi, “Datanglah kamu berdua dengan patuh atau terpaksa”. Keduanya berkata, “Kami datang dengan patuh”. Maka Dia jadikan tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit urusannya (masing-masing). Dan Kami hiasi langit dunia dengan bintang-bintang serta pemeliharaannya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Di sini segera anda mendapatkan kenyataan bahwa Allah memerlukan total 8 masa untuk menciptakan langit dan bumi yaitu 2 masa untuk penciptaan bumi, 4 masa untuk distribusi makanan bagi penghuni bumi, dan 2 masa untuk penciptaan langit. Tetapi jikalau ini benar 8 masa, maka bertentanganlah ia dengan Surat-surat lainnya dalam Quran yang mencantumkan 6 masa (Surat Al A’raaf 7:54).
Menghadapi kesulitan ini maka Dr. Bucaille rupa-rupanya lupa (atau sengaja menyembunyikan?) menerapkan dalil-dalil ilmu pasti secara kencang seperti yang pernah diterapkannya pada perhitungan 3 hari 3 malam untuk kasus Yesus, menjadi 1 hari-2 malam.
Ia sekarang berdalih bahwa kata Arab “tsumma” di ayat 11 itu bisa berarti dua. Yang satu memang berarti “kemudian daripada itu’ (yang mengandung urutan waktu), tetapi juga bisa berarti disamping itu (selain daripada itu), yang mana tidak usah berurutan waktu! Sehingga kalau arti kata terakhir ini yang dipakai, maka masa penciptaan langit dapat terjadi bersamaan waktunya dengan 2 masa penciptaan bumi sehingga total masa yang tadinya berumus matematika lurus: 2+4+2 masa = 8 masa, kini harus memakai rumusan sedikit bengkok dari Dr. Bucaille: 2+4+(2=0) masa = 6 masa. KLOP! Tidak ada kontradiksi! Kecuali terasa tafsirannya agak akrobatis, sehingga tidak heran bahwa Dr. Bucaille makin sulit membela akibat dari penafsirannya sendiri! Orang-orang tetap akan bertanya kenapa susunan penciptaan keduanya dipisahkan eventnya, jikalau keduanya justru dalam event yang sama?! Dan bukankah kalau eventnya dipisahkan maka “tsuma” pertama (“kemudian daripada itu”) akan lebih klop artinya ketimbang “tsuma kedua” (“disamping itu”).
Disini Dr. Bucaille memilih tutup mulut dan tidak menyodorkan pembelaan sains-nya. Padahal menurut sains, bahwa teori modern dari pembentukan jagad raya tidaklah menempatkan keberadaan langit setelah keberadaan bumi! Jadi bagaimana mungkin Dr. Bucaille memperlakukan suatu standar ganda – mengharuskan para ahli Kristen saja untuk terus terang mengakui kekeliruan dalam membuat naskah Alkitab! Dan tidak mengharuskan dirinya untuk lebih tahu diri!
Kita kembali kepada ayat Alkitab yang dipermasalahkan. Seperti diketahui Dr. Bucaille biasanya merasa sangat ahli akan pengertian asli dari suatu kata-kalimat yang terambil dari Alkitab. Sayangnya kali ini beliau tidak berusaha untuk menggali pengertian-pengertian asli atau idiom-idiom bahasa manapun kecuali berpegang murni pada bahasa matematika. Tetapi apakah karena kita-kita ini sudah mengetahui bahwa sehari semalam itu 24 jam lalu sekarang Dr. Bucaille mengharapkan orang-orang zaman dulu mengikuti pengertian kita? Tentulah ini usaha untuk berilmiah yang tidak ilmiah.
Perkataan Yesus seperti yang dikutip di atas justru menunjukkan bagaimana gaya Yesus bertutur secara khas dengan menggunakan idiomatik orang Yahudi dimana istilah “sehari semalam” memang dimaksudkan sebagai “satu hari”. Apa ada buktinya? Kita persilahkan membuka 1 Samuel 30:12,13 sebagai berikut:
“… dan setelah dimakannya, ia (seorang budak Mesir) segar kembali, sebab ia tidak makan dan minum selama tiga hari tiga malam. Kemudian bertanyalah Daud kepadanya: “Budak, siapakah engkau dan darimanakah engkau?” Jawabnya: “Aku ini seorang pemuda Mesir, budak kepunyaan seorang Amalek. Tuanku meninggalkan aku, karena tiga hari yang lalu aku jatuh sakit”.
Lihat juga Kejadian 7 ayat 12 dibandingkan dengan ayat 17 dalam kasus air bah di zaman nabi Nuh. Ayat 12 mengatakan:
“Dan turunlah hujan lebat meliputi empat puluh hari empat puluh malam lamanya”. Sementara ayat 17 mengatakan: “Empat puluh hari lamanya air bah itu meliputi bumi”.
Masih membaca di Kejadian 42:17,18
“Dan dimasukkannyalah mereka bersama-sama ke dalam tahanan tiga hari lamanya. Pada hari yang ketiga berkatalah Yusuf …”
Dalam Injil Matius saja tercatat:
“… lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga” (Matius 16:21)
“… dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan” (Matius 17:21)
“… Anak Manusia akan tinggal dalam rahim bumi 3 hari 3 malam” (Matius 12:40)
“… dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan” (Matius 20:19)
“… Aku dapat merubuhkan Bait Tuhan dan membangunnya kembali dalam 3 hari” (Matius 26:61)
“… Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga” (Matius 27:63,64)
McDowell mengemukakan bahwa baik di dalam Babylonian Talmud (tafsir-tafsir Yahudi) maupun di dalam Jerusalem Talmud, keduanya jelas mengatakan bahwa “Kami mempunyai pengajaran bahwa sehari dan semalam adalah satu onah, dan sebagain onah adalah seluruhnya” (satu onah adalah satu unit waktu- Lihat A Ready Defense, Yosh McDowell, halaman 132).
Jadi bilamana 8 masa pada Quran bisa dipantas-pantaskan Dr. Bucaille menjadi 6 masa dengan menanggalkan rumusan matematikanya, maka sepantasnya ia lebih dapat lagi berpantas memberi kelonggaran bahwa pengertian dn idiomatik Yahudi untuk “3 hari 3 malam” itu adalah sama dengan “hari yang ketiga”!
Akhirnya bagaimana dengan versi sinyalemen Prof. Bakry bahwa “Tanda nabi Yunus” ini dipastikan mengacu kepada Muhammad yang bersembunyi di Gua Tsur 3 hari 3 malam? Disini, jawabab kita sederhana saja.
Bacalah denagn seksama tanpa curiga, Matius 12:38-42 dan anda akan menyimpulkannya sendiri. Karena para Ahli Taurat dan Farisi sendiri meminta kepada Yesus sendiri untuk memberi tanda dari Dia sendiri, bukan orang lain (seperti Muhammad, dll): “Guru, kami ingin melihat suatu tanda daripadaMu”. Karena setting permintaannya khusus terlokalisasi untuk orang, tempat, dan waktu tertentu, antara para Ahli Taurat yang hidup se-zaman dengan Yesus (yang dijuluki Yesus sebagai “angkatan yang jahat”), maka tentu saja tanda tersebut adalah Tanda Yesus, Tanda Anak Manusia (seperti yang selalu dinamai diriNya bergantian dengan Anak Tuhan), untuk angkatan yang jahat di Israel, pada waktu itu.
Lucu kalau tanda dan fakta itu kini tiba-tiba hendak diartikan oleh pengkritik menjadi tanda dan fakta milik orang lain dan ditransfer ke negara lain pada kurun waktu yang lain dengan hanya mengandalkan selera pribadi, padahal Muhammad sendiri tidak mengklaim peristiwa Yunus ini untuk dirinya!.
No comments:
Post a Comment