Sunday, May 17, 2009

Kontradiksi Yang Bukan Kontradiksi: Dua Penyamun Yang Ikut Tersalib

Ini adalah kisah yang paling mengharukan bagi umat manusia. Tentang penyaliban Yesus, bersama dengan 2 orang penyamun. Sayangnya Makna Agung dari penyaliban Yesus tidak dilihat oleh para pengkritik yang justru terperosok dalam utak-atik mereka secara hurufiah atas ayat-ayat pengisahan penyaliban tersebut. Dalam Injil Matius dan Markus, diterangkan bahwa ke dua orang penyamun ini juga ikut mencela Yesus. Padahal Injil Lukas mengatakan hanya satu saja dari penyamun tersebut yang menghujat Yesus, sementara yang satunya lagi menegur yang pertama, katanya:

“Tidakkah engkau takut,… Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini (Yesus) tidak berbuat sesuatu yang salah. Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja”. Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”.

Ini ditangkap oleh pengkritik sebagai kontradiksi dari kedua versi Injil. Contoh ini kita tampilkan bukan karena materi tuduhannya memang layak untuk diladeni, melainkan justru hendak kita perlihatkan betapa sering pengkritik tidak memahami sepersis-persisnya apa itu kontradiksi? Mereka mencampur adukan dan menyamaratakannya dengan “tidak ada keserasian keterangan”, “tampak berselisih”, atau bahkan “saling menentang”. Namun sesungguhnya kontradiksi menyangkut hal yang harus sangat persis. Contoh berikut seolah-olah memperlihatkan ada 4 pernyataan yang kacau dan saling “kontradiksi” dalam pengertian kita sehari-hari, namun sesungguhnya keempat-empat pernyataan yang tampak seperti tidak sesuai ternyata adalah benar semuanya!
Begini: Bila anda seorang turis asing di Jakarta dan ingin mencari Hotel Indonesia, lalu anda mulai bertanya kepada beberapa orang secara terpisah-pisah, dimanakah letaknya hotel tersebut. Apa yang terjadi? Si A akan menjawab kepada anda: “Oh, hotel tersebut ada di Jl. Thamrin”, Tetapi si B akan menjawab lain: “Oh, itu sih ada di Jl. Sudirman”, Si C lain lagi jawabannya: “Itu kan di Jl. Imam Bonjol”, dan si D menambah kebingungan untuk anda: “Itu di Jl. Kebon kacang”.

Tentu anda sebagai orang asing akan kecewa dan memandang rendah pada orang-orang Indonesia, khususnya itu si brengsek-brengsek A, B, C, dan D yang telah memberikan keterangan-keterangan yang serba kacau dan “kontradiktif” kepada anda.

Jadi apa yang dimaksud dengan kontradiksi murni haruslah persis 100% bahwa dua statement yang dinyatakan itu betul-betul memenuhi tiga syarat ketat di bawah ini:

Yang satu mengatakan A dan yang lain non A. (Bila yang satu mengatakan , yang lain B, maka kita belum dapat menyimpulkan ssuatu kontradiksi apapun. Sebab bila yang satu mengatakan A, yang lain B yang ternyata ­bukan non A, maka pastilah itu tidak ada sangkut pautnya dengan kontradiksi!
Kejadiannya pada tempat yang sama.
Kejadiannya pada waktu yang sama.

Jadi jikalau ada 2 Hotel Indonesia di Jakarta dan pernyataan yang diberikan ternyata berbeda, maka keduanya bisa sama-sama benar (point 2 tidak dipenuhi) . Atau jikalau waktu yang anda tanyakan itu berbeda 2 tahun, maka jawaban bisa berbeda karena hotelnya pindah tempat selang kurun waktu tersebut (point 3 tidak terpenuhi). Atau kalau anda untuk satu waktu dan tempat mendapatkan 2 jawaban yang berbeda untuk kasus yang sama tadi, maka masih mungkin kedua jawaban tersebut sama-sama betul (point 1 tidak terpenuhi). Ia hanya kontradiksi bila si X mengatakan Jl. Thamrin, sedang si Y mengatakan bukan Jl. Thamrin untuk lokasi dan waktu yang sama tadi.

Banyak kisah-kisah Alkitab dengan model begini yang segera dicap oleh pengkritik sebagai kontradiksi. Padahal dengan sedikit kejelian dan pemahaman dengan hati tak berprasangka, maka ayat-ayat yang dianggap paling berkontradiksi malahan akan menemukan keserasian yang indah.

Bila anda membaca ketiga Injil di atas dengan teliti, anda akan mengetahui bahwa kedua penyamun tersebut tergantung di tiang salib bersama-sama dengan Yesus selama kurang lebih 6 jam. Sebagai orang Yahudi, kedua penyamun tersebut paling tidak mempunyai pengenalan tentang Tuhan dan Mesias dalam Perjanjian Lama. Sangat mungkin bahwa mujizat dan kuasa Yesuspun tidak luput dari pendengaran mereka. Maka olok-olokan dari imam-imam dan ahli taurat, dan penyaksi-penyaksi lain di situ memang kedengaran masuk di akal mereka bahwa Yesus yang begitu berkuasa dan bermujizat, kok kali ini kalah K.O dan tidak menampilkan usaha penyelamatan diriNya sama sekali. Terdorong oleh egoisme dan sifat kemanusiaan mereka sebagai penyamun maka kedua-duanyapun turut-turut mencela atau menyesalkan kenapa Yesus kali ini menjadi bego? Tidak berbuat sesuatu yang perlu pada saat-saat yang paling kritis? Dan pencelaan kedua orang tersebut dicatat dengan benarnya oleh Matius dan Markus.

Ketika waktu terus berjalan, dari satu jam ke jam berikutnya, dikala saat ajal penyamun-penyamun makin dekat, ia yang masih berhati nurani akan mulai menginsafi beda kebenaran dengan kejahatan. Roh Tuhan bekerja bagi setiap orang yang mau membuka dirinya bagi kebenaranNya. Dan mini yang terjadi pada penyamun yang bertobat di saat-saat krisisnya. Ia menyadari bahwa ia dan temannya memang penyamun yang berdosa, namun tidak demikian halnya dengan diri Yesus yang di sebelahnya. Ia tersentuh mendengar kebesaran jiwa Yesus yang telah berseru kepada BapaNya yang di surga untuk mengampuni orang-orang yang telah menyalibkan diriNya. “Dosa mereka diampuni? Bagaimana dengan dosaku?” itulah dialog diri si penyamun, yang tidak ada harapan apapun lagi dalam sekaratnya di palang salib ini, kecuali kini diselamatkan jiwanya oleh Yesus yang terasa sekali bukanlah manusia biasa. Orang-orang di bawah salib terus mengejek Yesus sebagai Mesias dan Raja gadungan; “… Baiklah Mesias Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya” (Markus 15:32). Namun lewat waktu, ia makin merasakan ketidak pantasan olok-olokan tersebut. Hatinya bahkan menjadi ciut ketika menyaksikan bahwa mataharipun berkabung dan tidak bersinar seterusnya (selama 3 jam hingga Yesus meninggal).

Lewat proses hati yang diterangi Roh Tuhan, maka sang penyamunpun diam-diam berubah menjadi orang yang percaya bahwa benarlah Yesus itu Mesias Sang Raja.

Ternyata ia memohon kepada orang yang paling tepat. Dan Yesus memberikan suatu harta cuma-cuma yang tidak ternilai bagi penyamun yang bertobat ini. Kontan ia diselamatkan bukan karena melakukan rukun-rukun agama, bukan karena saleh dan amal pahala. Yesus memberi berkatNya yang ilahi melebihi apa yang diminta, karena Ia mencintai orang yang percaya dan bertobat kepadaNya:

“aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”

Yang diminta si penyamun adalah NANTI (kalau nanti Yesus datang sebagai Raja), yang dianugerahkan Yesus adalah KINI. Yang diminta adalah INGATLAH AKU, yang dianugerahkan Yesus adalah AKU BERSAMA-SAMA BESERTAMU, selalu dan menyatu. Begitu mengharukan kasih Yesus melebihi apa yang kita butuhkan!

Jadi secara ilmiah, tidak ada unsure kontradiksi yang bisa ditarik dari kasus ini. Lukas menceritakan kisah komplementer yang tidak dikisahkan lagi oleh Matius dan Markus lewat waktu yang berbeda. Dengan demikian ketiga Injil tersebut telah memberikan kita gambaran yang baik sekaligus memperagakan bahwa Yesus sekalipun benci pada dosa, namun tetap mengasihi pendosa-pendosa.

Yesus disalib karena dianggap berani-beraninya menghujat Tuhan, yaitu berani mengampuni dosa manusia, padahal pengampunan ini dianggap hanya ada dalam kuasa Tuhan, bukan pada orang Nazaret yang bernama Yesus. Namun pada waktu-waktu terakhirNya di salib, Dia membuktikan sekali lagi bahwa Ia adalah sosok yang memang bisa mengampuni dosa untuk melayakkan manusia masuk ke surga.

Siapa diantara kita yang begitu keranjingan mencari “kutu busuk-kutu busuk kontradiksi” sehingga kehilangan hikmat Tuhan untuk mendapatkan keselamatan ilahi? Kenapa diri yang najis dan pendosa seperti kita ini harus terus meniru penyamun yang mengolok-ngolok Yesus, dan tidak terpikir untuk berbalik menjadi penyamun yang satu lagi, yang dengan segala kerendahan dan kehancuran hatinya menghampiri Yesus untuk menyesali dosa-dosa dan keangkuhan kita, dan berkata yang sama: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang kelak sebagai Raja di hari kiamat”. Inilah peluang yang paling berharga yang pernah ditawarkan dalam hidup kita.

No comments:

Post a Comment